Rabu, 24 Desember 2008

AGAMA, KEMERDEKAAN DAN CITA-CITA BANGSA

Oleh M.Muhtadin
INDONESIA sebuah bangsa dan negara, sudah enam puluh tiga tahun Indonesia merdeka. Sebuah rentang waktu yang pada dasarnya masih tidak terlalu panjang untuk membangun sebuah negara yang berbasiskan pada prinsip dan nilai demokrasi. Karenanya, tugas yang berada di pundak kita, serta tantangan yang menanti di masa depan, masih sangatlah berat.Diperlukan bukan hanya usaha keras untuk menggapai semua cita-cita itu, tapi juga komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa. Baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial-kebudayaan maupun juga pada aspek keagamaan.Bidang yang disebut terakhir ini juga memegang peranan yang tidak dapat dimarginalkan, sebab kenyataan bahwa bangsa Indonesia merupakan negara yang plural dalam hal anutan agamanya merupakan potensi sekaligus tantangan yang berat. Fenomena keagamaan yang berkembang belakangan ini, setidaknya memberikan gambaran konkret tentang hal itu. Tulisan ini mencoba memberikan sebuah refleksi serta deskripsi seputar aspek keagamaan di Indonesia, yang kiranya bisa menjadi bahan ilustrasi tentang tantangan dan peran keagamaan yang strategis untuk diimplementasikan di negara kita ini.Jika kita menengok pada sejarah berbagai agama, tampak jelas bagaimana agama tampil sebagai 'pahlawan' bagi elemen masyarakat yang pada kurun waktu itu menjadi korban berlakunya sistem yang despotik, diskrimainatif dan otoriter. Agama tampil sebagai 'pejuang' bagi kemerdekaan kelompok masyarakat yang tertindas oleh struktur yang demikian. Baik itu struktur politik, sosial-budaya serta ekonomi. Sejarah agama Yahudi, membuktikan kepada kita bagaimana NabiMusa tampil sebagai penentang keras penguasa despotic Firaun, dengan tawarannya berupa sebuah konsep keagamaan. Nabi Isa juga menjadi pahlawan perlawanan rakyat kecil terhadap penguasa yangsemena-mena di kala itu. Demikian juga halnya dengan perjuangan Nabi Muhammad dengan konsep keislamannya, yang dengan gemilang berhasil meruntuhkan sistem politis, sosial-kultur, dan ekonomi masyarakat Arab yang diskriminatif. Fenomena yang sama dapat juga kita rujuk pada agama-agama yang lain. Jika ditarik pada konteks era modern saat ini, posisi agama pada saat kelahirannya ibarat sebuah kekuatan serta gerakan sosial yang berada 'di seberang' status quo, yang memiliki orientasi utama pada perjuangan prinsip serta nilai keadilan, kesetaraan dan kemerdekaan.Dengan konsep yang diusungnya, agama memainkan peran apik sebagai sebuah kekuatan yang akhirnya mampu menumbangkan sistem politik serta struktur sosial yang sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan tersebut. Kala itu, agama benar-benar berhasil menjelma menjadi kekuatan strategis yang sangat ditakuti oleh mereka yang menikmati serta menguasai sistem serta struktur politik, sosial-budaya dan ekonomi yang diskriminatif. Karenanya, kelahiran serta perkembangan agama selalu mendapatkan perlawanan keras nan sengit dari penguasa status quo. Mereka berupaya aktif untuk meredam perlawanan sosial, politis dan kultural yang basis perjuangannya dikobarkan oleh semangat keagamaan.Konsep MuliaSejarah panjang kelahiran dan perkembangan agama ini membuktikan kepada kita bahwa agama pada dasarnya memiliki sebuah konsep yang sangat mulia, strategis, dan vital. Yaitu konsep untuk membangun serta mencapai sebuah sistem, struktur serta realitas sosial yang berdasarkan pada prinsip dan nilai keadilan, kesetaraan serta kebebasan. Dan, jika sejarah agama-agama ini kita tarik dalam konteks dunia modern dewasa ini, kita akan mendapatkan pelajaran penting perihal fungsi serta peran dasar dari agama. Di era modern saat ini, dengan prinsip politik demokrasi, hal-hal yang berkenaan dengan upaya memberikan jaminan kebebasan untuk berekspresi, kesejahteraan ekonomi, keadilan sosial, serta kesetaraan kultural, menjadi tugas negara untuk merealisasikannya. Termasuk dalam hal ini adalah jaminan yang terkait dengan persoalan memilih, menganut serta mengekspresikan keyakinan keagamaan. Negara, memiliki kewajiban penuh atas hal itu. Namun, secara faktual, tugas serta peranan tersebut terkadang tidak dapat dimainkan dengan maksimal. Bahkan sebaliknya, dalam kasus dan kondisi tertentu, peran dan fungsi negara justru berbanding terbalik dengan yang seharusnya dijalankan. Negara tidak mampu menjamin kesejahteraan ekonomi rakyatnya, tidak mampu menciptakan jaminan keadilan sosial, dan bahkan juga tidak mampu memberikan jaminan kebebasan bereks- presi.Tentu banyak hal yang dapat melatarbelakangi terciptanya kondisi demikian. Mungkin saja karena karakter kepemimpinan politiknya, kinerja pemerintahannya atau juga kondisi sebuah bangsa yang masih dalam tahap membangun dan menjalani proses berdemokrasi.Apapun latar belakang penyebabnya, dalam kondisi seperti itu, dengan mengacu pada sejarah kelahiran serta perjuangannya, posisi dan peranan agama seharusnya sangat strategis dan vital. Kondisi di mana negara tidak atau belum mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan optimal, adalah saat di mana agama seharusnya mampu memainkan peranan sebagai kekuatan 'alternatif'. Kekuatan alternatif yang dimaksud di sini dalam kerangka pengertian berikut ini. Pertama, agama mengemban tanggung jawab untuk membantu rakyat memperjuangkan hak-hak kewarganegarannya. Jika negara tidak menjalankan fungsinya untuk menciptakan sebuah sistem yang mencerminkan terimplementasikannya prinsip keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi serta kesetaraan kultural, maka agama (wan) memiliki tanggung jawab untuk membantu rakyat mendapatkan hal itu.Misalnya dengan cara mengintensifkan gerakan penyadaran masyarakat dengan tujuan utama menciptakan sebuah masyarakat yang kritis terhadap realisasi kewajiban negara atas rakyatnya. Agama (wan) dalam kondisi seperti itu, memanggul tanggung jawab untuk menjadi kekuatan 'penyeimbang' atas negara.Terutama jika negara menjalankan sebuah sistem politik dan kenegaraan yang otoriter dan despotik. Agama, memiliki tugas untuk menyadarkan masyarakat akan \kondisi seperti itu, sehingga mereka memiliki motivasi yang kuat untuk merubah kondisi serta mendapatkan hak-hak kewarganegaraannya. Sebagaimana halnya pada masa awal kelahirannya, agama mampu memainkan peran apik sebagai motivator perubahan dan pencipta masyarakat kritis, dalam kondisi seperti ini agama juga dituntut untuk berperan demikian. Termasuk dalam hal ini adalah tanggung jawab agama (wan) untuk mencegah dilakukan intervensi oleh negara terhadap kebebasan rakyat dalam menganut dan mengekspresikan keyakinan agamanya. Agama (wan) memanggul tugas ini.Kedua, tatkala negara tidak mampu menjalankan fungsi serta merealisasikan perannya secara optimal, atau bahkan mandul, agama memiliki tanggung jawab untuk tampil menjadi kekuatan 'alternatif' untuk merealisasikan cita-cita kebangsaan. Sebenarnya ini bukan peran yang muluk dan sulit diwujudkan, jika saja interpretasi konsep keagamaan diarahkan pada orientasi ini.Tidak hanya terpaku pada orientasi yang bersifat normatif, konservatif, dan formalistik-ritualistik. Dan jika kita mengacu pada sejarah kelahirannya, orientasi ke arah inilah yang sebenarnya menjadi dasar tumbuh dan berkembangnya semua agama.Agama bukan hanya konsep tentang bagaimana cara manusia menyembah Tuhannya secara ritual, tapi lebih dari itu, yaitu bagaimana para penganutnya mampu mentransformasikan kesalehan ritualnya menjadi kesalehan sosial. Agama adalah sebuah tawaran konseptual bagaimana seorang individu mampu tampil dengan karakter kuatnya untuk memperjuangkan tegaknya keadilan, kebebasan dan egalitarianisme dalam realitas dimana ia hidup.Selain itu, agama juga tidak sekadar mengarahkan penganutnya pada orientasi transcendental, namun juga imanental. Artinya, agama tidak memfokuskan para penganutnya pada aspek ritual-formalistik, namun juga aspek materiil. Agama memerintahkan para penganutnya untuk meraih kesejahteraan ekonomi. Jika fungsi dan peran agama yang demikian mampu dijalankan, maka tidak optimalnya peran dan fungsi negara dapat tergantikan.Mencapai Cita-citaKetiga, dalam sebuah negara-bangsa yang sedang menjalani proses membangun dan berdemokrasi, agama dapat memainkan peran untuk membantu serta mendorong tercapainya cita-cita tersebut. Agama, dalam hal ini dapat memainkan peran serta menjalankan fungsi sebagai 'kekuatan lain' selain negara, dalam mewujudkan cita-cita serta tujuan kenegaraan-kebangsaan.Di usia yang keenam puluh tiga tahun ini, Indonesia sebenarnya memiliki banyak fenomena yang penting untuk direfleksikan sebagai bahan dasar menata masa depan bangsa dan negara ini. Termasuk dalam aspek keagamaan. Optimalisasi peran dan fungsi keagamaan, sebenarnya sangat strategis dalam membantu upaya meraih cita-cita kebangsaan-kenegaraan Indonesia. Eksistensi kita sebagai bangsa yang bukan hanya besar, namun juga plural, adalah potensi yang sangat berharga. Pluralitas Indonesia dalam aspek keagamaan, adalah salah satunya. Jika potensi keagamaan ini dioptimalkan fungsi dan perannya, maka niscaya bangsa ini akan tampil sebagai yang terdepan. Peran agama di Indonesia harus mampu mencapai taraf yang sangat optimal dalam membantu bangsa ini menggapai cita-cita dan stujuan kemerdekaannya. ** Penulis adalah Sekretaris Umum KPM Galuh Rahayu Ciamis-Jogjakarta